Sabtu, 04 Januari 2014

Tentang Mendengar Kata Hati

Ini adalah sebuah tulisan lama, sudah pernah kutaruh di note FB sebenarnya. Tapi seperti sudah kubilang di dalam tulisanku sebelumnya, aku akan memindahkan banyak tulisanku ke sini, karena memang keputusannya di sinilah yang akan menjadi tempat utama kumenaruh ceritaku, dan juga terdorong karena membaca tulisan seorang teman yang kurang lebih bercerita tentang hal yang sama. Hmmm...

----

Dulu, kala ayah hendak dijemput di tempat,
Kadang beliau bertanya tentang sosok yg Nurul tak lihat.
Entah, apakah itu tanda?
atau kita pikir mereka bercanda.
Itu Nurul punya kisah,
Aku ada di tempat terpisah.

*Nurul--- Nurulita, adik perempuanku satu-satunya.
---

Sepuluh hari setelah kumenulis tentang Mba Dina dan sakitnya di catatanku ini (baca: http://namakuadelina.multiply.com/journal/item/130) aku menerima sms kepergiannya, dan entah, aku merasa memang itu adalah waktunya. Apakah ada rasa berbeda yang menjadi tanda? Mengapa baru menjelang dirinya pergi aku menjenguknya? Ada dorongan bahwa aku memang harus menjenguknya saat itu, tapi tidak di masa yang lalu, yang juga dia terbaring di rumah sakit di atas tempat tidurnya. Memang mendengar kata hati adalah yang terbaik untuk kita, tanpa perlu bertanya mengapa ada rasa seperti itu tiba-tiba.

Dulu, hampir 2 tahun yang lalu, menjelang ibu pergi pun ada rasa-rasa seperti itu, yang sebenarnya mungkin adalah tanda, tapi aku tak mendengar kata hatiku, sehingga ada sedikit sesal di dada. Tidak hanya aku, tapi juga adikku merasa yang berbeda tiba-tiba. Bahkan sejak 2 minggu sebelum kepergiannya, aku merasa aku harus lebih lama berada di rumah bersamanya, aku yakin itu bukan kebetulan, tapi memang Yang Kuasa memberi tanda.

Sama seperti halnya Selasa, 7 Agustus 2007, sore hari sebelum ayah pergi malam harinya, aku sempat berkata sesuatu yang tidak biasa kepadanya, walau tak dapat dia mendengar dengan segala keterbatasannya. Apakah itu semua tanda? Aku pikir iya.

Kata hati, yang menguatkan tanda itu. Itulah mengapa aku memaksa diriku untuk menjenguk Mba Dina selagi aku bisa. Walau tidak pada saat-saat terakhir, namun tanda itu datang pada waktunya dan aku mendengarnya. Ingat betul aku waktu aku datang saat itu, aku bilang kepadanya, "Maaf Mba Dina, aku baru datang." Lalu dia menjawab, "Tidak apa-apa, belum terlambat."

Teruntuk Ibu, Ayah, Mba Dina, dan mereka yang telah pergi,

ya Allah, Ampunilah mereka (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah mereka dan tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburnya, mandikan mereka dengan air salju dan air es. Bersihkan mereka dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), dan masukkan mereka ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka, aamiin.

Cinere, 31 Januari 2011